10 Desember 2015

Read More ..

24 Januari 2009

TES KESEIMBANGAN DAN FUNGSI KOORDINASI

B. TEST KESEIMBANGAN

1. TEST ROMBERG

1. Pemeriksa berdiri dalam jarak dekat untuk menjaga bila pasien jatuh.
2. Mintalah pasien berdiri dengan kaki berhimpitan dan ke 2 lengan disisi tubuh
3. Kedua mata pasien terbuka dan kemudian mintalah matanya dipejamkan.
4. Normal adanya gerakan tubuh dengan sedikit bergoyang
5. bila pasien jatuh kesamping karena hilangnya keseimbangan ( test romberg positip )

2. TEST SATU KAKI

1. Mintalah pasien berdiri pada satu kaki dengan mata tertutup
2. Kedua lengan lurus dan tetap disisi tubuh.
3. Ulangi prosedur ini pada kaki satunya.
4. Normal keseimbangan berkisar 5 detik dengan sedikit goyangan tubuh
5. Penyimpangan apabila pasien menggerakan badan dan mengayunkan kakinya untuk mencegah agar tidak jatuh

C. PEMERIKSAAN FUNGSI KOORDINASI

1. TEST MENYENTUH HIDUNG

1. Demonstrasikan setiap manuver ini terhadap pasien dan minta pasien mengulanginya.
2. Perhatikan kehalusan dan keseimbangan gerakan tersebut untuk memeriksa fungsi motor halus.
3. Mintalah pasien mengekstensikan lengan keluar sisi tubuh dan sentuhkan setiap jari ke hidung.
4. Mintalah pasien melakukan dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata terpejam.
5. Normal pasien dapat menyentuh hidung secara bergantian.
6. Penyimpangan terjadi apabila pasien tidak mempunyai kemampuan menyentuh hidung, gerakan tidak terkordinasi, tampak kaku, lambat dan tidak teratur.

2. TEST MENEMPATKAN TUMIT KAKI

1. Posisi pasien terlentang/duduk dengan mata tertutup.
2. Mintalah pasien untuk menempatkan tumit salah satu kaki keatas tulang kering atau tibia kaki satunya.
3. Turunkan tumit tersebut dari tulang kering ke ujung kaki lainnya.
4. Normal pasien dapat menggerakan tumit kakinya keatas atau kebawah pada bagian atas tulang tibia kaki yang lainnya dalam satu garis lurus dengan teratur.
5. Penyimpangan terjadi apabila pasien sulit melakukan gerakan keatas atau kebawah, gerakan tampak tidak teratur, kaku, sering menyimpang kesamping dan tidak lurus.

3. TEST MENEPUK LUTUT

1. Posisi pasien duduk.
2. Mintalah pasien untuk menepuk lututnya dengan kedua tangan.
3. Kemudian mintalah pasien menepuk lututnya dengan telapak dan punggung tangan secara bergantian dengan gerakan yang cepat dan bergantian.
4. Mintalah pasien untuk meningkatkan kecepatan secara bertahap.
5. Normal tangan yang dominan pasien tampak lebih terkordinasi dalam gerakan, irama teratur, dapat dihentikan dengan halus dan cepat.

4. TEST TANGAN

1. Posisi pasien duduk, berdiri atau tidur terlentang.
2. Mintalah pasien menyentuh masing-masing jari dengan ibu jari dari tangan yang sama.
3. Mintalah pasien malakukan dalam rangkaian gerak yang cepat, dimulai dari jari telunjuk sampai jari kelinking.
4. Normal pasien dapat menyentuh masing- masing dari jari pada tangan yang sama dengan teratur, cepat dan halus.

5. TEST KAKI

1. Posisi pasien berbaring telentang.
2. Letakkan tangan pemeriksa pada pusat kaki pasien.
3. Mintalah pasien untuk mengetuk tangan pemeriksa dengan kaki secepat mungkin.
4. Amatilah masing-masing kaki mengenai kecepatan dan kehalusannya.
5. Normal gerakan kaki tidak secepat dan serapi tangan.

6. TEST GAYA BERJALAN

1. Mintalah pasien berjalan tanpa alas kaki mengelilingi ruang periksa.
2. Mintalah pasien berjalan dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata tertutup.
3. Amatilah rangkaian gaya berjalan dan gerakan dari lengan, adanya kaki terseret, berjalan dengan ibu jari kaki, telapak kaki terangkat dengan lemah.
keterlambatan/ kelainan pertumbuhan tungkai, terjadinya gaya berjalan yang limbung/tidak seimbang.
4. Normal tumit yang pertama menyentuh lantai, kemudian seluruh bagian kaki
5. Tumit kedua menekan dan melayang dari lantai
6. Berat badan berpindah dari tumit pertama ke pusat kaki
7. Ayunan tungkai meningkatkan kecepatan saat berat badan pindah dari kaki kedua
8. Kaki kedua mengangkat dan melangkah mendahului kaki pertama yang masih menahan berat badan dan mengayun
9. Kaki kedua menurun kecepatannya dalam mempersiapkan sentuhan tumit selanjutnya
10. Tidak normal bila panggul dan lutut terangkat terlalu tinggi untuk menaikan kaki dan plantar fleksi dari tanah (Steppage)
11. Gerakan seperti kejang dan tidak terarah (Distonik)
12. Tungkai jauh terpisah dengan berat badan berpindah dari sisi satu kelainnya seperti gerak bebek (Distropik).

SELESAI

Read More ..

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

BAB VII. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS

Topik :
A. Pemeriksaan reflekss
B. Pemeriksaan keseimbangan
C. Pemeriksaan fungsi koordinasi

A. PEMERIKSAAN REFLEKS

1. PEMERIKSAAN REFLEKS OTOT BISEPS

1. Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan diperiksa, diletakan diatas perut dalam posisi fleksi 60 derajat dan rileks.
2. Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien.
3. Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan teraba keras bila siku difleksikan
4. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps.
5. Ayunkan hammer refleks sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan, diatas jari telunjuk kiri pemeriksa.
6. Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps dan terasa tarikan tendon otot biseps dibawah telunjuk pemeriksa.

2. PEMERIKSAAN REFLEKS OTOT TRISEPS

1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan diatas perut dalam posisi fleksi 90 derajat dan rileks.
3. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien
4. Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku ( proksimal ujung olecranon )
5. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot triseps
6. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas jari telunjuk kiri pemeriksa
7. Terlihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps dan terasa tarikan tendon otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa

3. PEMERIKSAAN REFLEKS TENDON PATELA

1. Posisi pasien tidur terlentang atau duduk
2. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien
3. Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat dan bila duduk lutut fleksi 90 derajat
4. Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea
5. Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolateral/ inferomedial ,
6. Diantara 2 cekungan tersebut terdapat tendon patela yang terasa keras dan tegang
7. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan tangan diatas tendon patela
8. Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot quadriseps femoris

4. PEMERIKSAAN REFLEKS TENDON ACHILES

1. Pasien tidur terlentang atau duduk.
2. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok disisi kiri pasien.
3. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki berlawanan, bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
4. Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki pasien
5. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi.
6. Ayunkan refleks hammer diatas tendon achiles.
7. Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan kiri pemeriksa dan tampak kontraksi otot gastrocnemius.

Read More ..

PALPASI ABDOMEN

D. PALPASI ABDOMEN

1. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
2. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
3. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari-jari ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
4. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
5. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 - 7,5 sentimeter, untuk mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi.
6. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan.
7. perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/rasa tidak nyaman.
8. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
9. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot abdominal.

1. PALPASI HATI

1. Posisi pasien tidur terlentang.
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
3. letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekanlah kearah atas.
4. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
6. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.

2. PALPASI KANDUNG EMPEDU

1. Posisi pasien tidur terlentang ,
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
4. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala/superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
5. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
6. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
7. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
8. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama palpasi.

3. PALPASI LIMPA

1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas
4. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
5. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
6. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
7. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
8. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test

4. PALPASI AORTA

1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
4. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.

E. PEMERIKSAAN ASITES

1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Prosedur ini memerlukan tiga tangan
4. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
5. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa .
6. Rasakan impuls/ getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.

Read More ..

AUSKULTASI DAN PERKUSI ABDOMEN

B. AUSKULTASI ABDOMEN

Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.

1). Persiapan alat
1. Stetoskop
2). Persiapan pasien
1. jelaskan pada pasien
3). Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
2. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
4. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
6. Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ada bising usus pada kartu status.

C. PERKUSI ABDOMEN

Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.

1. PERKUSI BATAS HATI

1. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien
2. lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
3. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 sentimeter

2. PERKUSI LAMBUNG

1. Posisi pasien tidur terlentang
2. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
4. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani

3. PERKUSI GINJAL

1. Posisi pasien duduk atau berdiri.
2. Pemeriksa dibelakang pasien
3. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar tangan kanan
4. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri


SELANJUTNYA: PALPASI ABDOMEN

Read More ..

PEMERIKSAAN ABDOMEN

BAB VI. PEMERIKSAAN ABDOMEN

Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Secara deskripsi dengan menggunakan 2 garis imajiner yang saling tegak lurus dan masing- masing garis melalui umbilicus, abdomen dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah. Ada juga yang membagi menjadi 3 kuadran yaitu epigastrium, umbilical dan hipogastrik/ suprapubik.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pemeriksaan abdomen yaitu :
1. Pasien dalam keadaan rileks, untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain :
a. Kandung kemih harus kosong.
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala dan lutut.
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan meletakkan tangan diatas kepala.
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan tempelkan stetoskop pada telapak tangan.
e. Pemeriksaan dengan perlahan-lahan.
f. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien untuk menunjukan daerah nyeri.
g. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama pemeriksaan
2. Daerah abdomen mulai dari prosesus xiphoideus sampai simfisis pubis harus terbuka
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien.

A. INSPEKSI ABDOMEN

Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
2. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
3. pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakan abnormal.
4. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
5. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
6. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh
7. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
8. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.

Selanjutnya : AUSKULTASI ABDOMEN

Read More ..

PEMERIKSAAN DADA (TORAKS)

BAB V. PEMERIKSAAN DADA (TORAKS)

Topik :
A. inspeksi dinding dada
B. palpasi dada
C. perkusi dada
D. auskultasi dada

Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan organ di dalamnya. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yang akan diperiksa.
2. Daerah dada yang akan diperiksa harus terbuka
3. Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk mengendorkan otot-otot, terutama otot pernapasan
4. Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan muka ke arah samping

A. INSPEKSI DINDING DADA

1. Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau berbaring
2. Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua tangan pasien diletakkan di paha atau pinggang. Untuk pemeriksaan bagian belakang dada, kedua lengan disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan tangan kiri dibahu kanan.
3. Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing- masing sisi tubuh
4. Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi, bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
5. Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi
6. Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7, bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v. torakalis 8 dan bentuk atau jalannya kolumna vertebralis

B. PALPASI DADA

1. PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA

1. Posisi pasien berbaring terlentang menghadap pemeriksa.
2. Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan badan.
3. Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian bawah pasien.
4. Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di ujung tulang iga depan bagian bawah.
5. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
6. Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian bawah terangkat pada waktu inspirasi .

2. PALPASI POSISI TULANG IGA ( KOSTA )

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan
4. Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah sepanjang tulang dada
5. Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi) kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni dimana ujung tulang iga kedua melekat.
6. Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak tulang iga pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga dan seterusnya kearah bawah/ inferior.

3. PALPASI TULANG BELAKANG ( VERTEBRA )

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa dibelakang pasien
2. Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
3. Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian bawah, inilah yang disebut prosesus spinosus servikalis ketujuh.(C7)
4. Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.

4. PALPASI IKTUS JANTUNG

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara tulang iga ke-5 dan ke-6.
4. Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula kearah inferior tubuh.
5. Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada dinding dada setinggi ruang antar iga ke-5 digaris midklavikula
6. Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian lepaskan telapak tangan dari dinding dada.
7. Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan kanan
8. Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus kordis.

5. PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA

1. Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan.
3. Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada
4. Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga dari luar menuju tempat asal nyeri
5. Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf

6. PALPASI PERNAPASAN DADA

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang berhadapan dengan pemeriksa
2. Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan kanan pemeriksa ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri pemeriksa pada dinding dada kanan pasien
3. Letakkan jari telunjuk dibawah tulang klavikula dan jari- jari lainnya disebar sedemikian rupa sehingga masing- masing berada di tulang iga berikutnya
4. Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan gerakan jari- jari

Pada orang muda jari-jari akan terangkat mulai dari atas disusul oleh jari- jari dibawahnya secara berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama

7. PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA)

1. Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan posisi duduk kedua tangan dipaha atau dipinggang.
2. Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada posisi tidur terlentang/miring kedua tangan disamping dan sejajar dengan badan
3. letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri pasien dan sebaliknya
4. Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti satu, dua, … dst berulang-ulang
5. Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada bawah
6. Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan kanan dan kiri
Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru selama bronkus masih tetap terbuka . Fremitus suara menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan sumbatan bronkus

C. PERKUSI DADA

Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas jaringan di dalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5 – 7 cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya dalam. Lakukan perkusi secara sistimatis dari atas ke bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.

1. PERKUSI DADA DEPAN

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas kebawah di kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi
normal suara dada/ paru adalah sonor. Bila redup kemungkinan adanya tumor, cairan, sekret. Suara hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.

2. PERKUSI DADA BELAKANG

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada belakang kanan, kemudian lanjutkan kebagian dada kiri .
3. selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawah sekitar 2- 3 cm, Begitulah seterusnya kebawah sampai batas atas abdomen
4. Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada kanan dan kiri
Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan lebih cepat menghilang, karena adanya keredupan hati.

3. PERKUSI BATAS PARU DAN HATI

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan disamping tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa .
2. Lakukan perkusi pada dada kanan depan dari atas kebawah secara sistimatis.
3. posisi pasien dirubah sehingga membelakangi pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian dada belakang dari atas kebawah secara sistimatis
4. Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan suara, dari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan paru bagian belakang setinggi prosesus spinosus vertebra torakalis 10 atau 11.

D. AUSKULTASI DADA

1. AUSKULTASI PARU

Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat didengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan suara percakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan benturan/ turbulensi pada bronkus dan percabangannya. Getaran dihantarkan melalui lumen dan dinding bronkus. Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu inspirasi/ menarik napas dibanding ekspirasi/ mengeluarkan napas, hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara antara inspirasi dan ekspirasi. Suara napas ada 3 macam yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial. Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps. Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru normal dapat meningkat pada anak, orang kurus dan latihan jasmani,. Bila salah satu meningkat berarti ada kelainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tidak terdengar pada paru normal, baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara terputus- putus dan ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning,.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

a. AUSKULTASI PARU DEPAN

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan

b. AULKULTASI PARU BELAKANG

1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan .
9. selanjutnya geser kebawah 2-3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
3. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
4. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan

2. AUSKULTASI DAERAH JANTUNG

1. Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2. Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3. tempelkn kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4. Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6. Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7. Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8. Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi)
9. Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya

Read More ..